Mbah Atmo Tohari namanya meskipun sudah berusia tak muda lagi, serta sudah memakai alat bantu untuk mendengar, namun Mbah Atmo Tohari tak mau hanya berdiam diri dan mengeluh. Pria lansia yang dulunya pejuang kemerdekaan Republik Indonesia ini tak suka jika hanya diam dirumah dan menerima uluran bantuan warga sekitar dan dermawan.
Pria berumur ini masih saja mengayuh sepedanya, menempuh puluhan kilometer, berjualan kebutuhan rumah tangga demi mendapatkan rupiah.
Mbah Atmo tinggal di Jalan Telaga Warna, RT 6 RW 18 Kampung Nambangan, Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang.
Meski beliau sudah berusia 104 tahun, namun memiliki semangat yang sangat luar biasa dalam hidupnya. Mbah Atmo enggan bersantai bermalas-mlasan dalam menjalani hidup, termasuk dalam mencari nafkah.
Mbah Atmo Tohari menghabiskan separuh harinya di jalanan, yaa... di jalanan, tapi bukan berarti di jalanan ia meminta-minta ataupun mengemis, tapi mengayuh sepeda butut bermerk Polygon yang sudah mulai renta untuk menemaninya berjualan kelontong.
Dengan berbekal tas untuk wadah dagangan berupa tisu, pampers, sabun mandi, shampo, dan juga kebutuhan hidup lainnya, mbah Tohari sanggup berkeliling lebih dari 10 kilometer per hari untuk mencari rezeki,suatu yang tampak jarang bisa di lakukan oleh seseorang yang sudah berumur.
Kehidupan keras bagi lelaki tua seperti mbah Tohari bukan menjadi sebuah penghalang dan menyerah.Justru, saat dia berpangku tangan, penyakit datang dan membuatnya tidak betah di rumah.
"Kalau saya tidak jualan dengan sepeda malah badan sakit semua, kaki bengkak-bengkak. Saya anggap ini olahraga dan berkegiatan" tuturnya
Kegiatan berjualan kelontongan sambil mengayuh sepeda dilakoninya setiap hari Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Hari Senin dan Jumat adalah saatnya libur dan kulakan barang-barang yang harus dijualnya kembali.Bahkan, dia sudah memiliki rute dan jadwal tertentu untuk lima hari kerja yaitu.
Setiap Selasa, dia berjualan di daerah Bakorwil Kedu Surakarta, hinggake Pakelan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.Sementara, setiap Rabu dia berjualan di wilayah Jurangombo-Karet-Giriloyo-Perumahan Lembah Hijau-Akmil-Perumahan Pancaarga.Sementara, hari Kamis, mbah Tohari berkeliling Seneng-Pakelan-Armada di Kecamatan Mertoyudan hingga Menowo, Kota Magelang.Sabtunya, dia mengayuh sepedanya hingga Bumi Prayudan, Kecamatan Mertoyudan. Minggunya dia berjualan di Rindam dan Potrobangsan, Kota Magelang.
"Hampir setiap hari saya menempuh jarak lebih dari 10 kilometer. Saya berangkat pukul 05.30 pulang pukul 16.00. Kalau menata barang malam harinya," tuturnya.
Pria beristri empat ini mengaku memulai kegiatan berjualan keliling sejak tahun 1994. Kala itu, beliau tidak menggunakan sepeda untuk sarana berjualan.Namun, beliau memikul barang dagangannya dan berkeliling dari kampung ke kampung. Panas dan hujan menjadi temannya.
Dan tentu saja, setiap orang yang melihat mbah Tohari berjualan tidak akan tega. Beberapa diantaranya memang kemudian memberikan sejumlah uang sebagai ungakapan rasa iba padanya.
Akan tetapi tak jarang, mbah Tohari menolaknya dengan sopan dan halus jika hanya diberi uang secara cuma-cuma. Dia akan menerima uang itu jika seorang dermawan mau mengambil barang dagangannya, meskipun hanya sedikit.
"Saya tidak mau dikasih uang orang lain hanya karena kasihan kepada saya. Saya akan terima (uang) itu jika dia membeli barang dagangan saya, walaupun cuma sedikit," katanya.
Menurut Udin putra mbah Tohari dari istri keempat "Tak jarang karena bapak tidak mau diberi uang cuma-cuma, banyak tetangga atau orang yang berbohong kalau punya hutang dengan bapak. Padahal, niat mereka mengasih bapak,"
Masih menurut Udin, bapaknya itu berprinsip keras mengenai uang dan usaha. Dia dan beberapa saudaranya sudah sering melarang mbah Tohari untuk berjualan, namun, pria tua itu menolaknya.Mbah Tohari tidak ingin menjadi beban bagi putra-putranya, namun dia tidak meminta-minta atau menjadi pengemis."Malahan, waktu saya itu menyuruh bapak berhenti berjualan dan biar saya gantikan, bapak tidak mau. Dia malah mau memberi modal saya untuk berjualan sendiri dan mencari pelanggan sendiri," jelasnya.
Mbah Tohari sudah tidak bisa mengayuh sepedanya itu. Tubuhnya sudah membungkuk, kulitnya keriput, dan ada alat pendengaran terpasang di kedua telinganya. Namun, tidak tampak sedikit pun raut putus asa di wajahnya.
"Saya ini sudah tua, sudah 104 tahun," ucap Mbah Tohari sembari tersenyum.
Resep hidup mbah tohari hanya satu,setiap malam beliau selalu berdoa.
"Setiap malam saya berdoa bukakan pintu surga yang seluas-luasnya. Itu saja yang saya lakukan," katanya.
Seharusnya kita sebagai pemuda, generasi bangsa ini dapat mencontoh semangat hidup beliau,tanpa selalu mengeluh dalam menjalani kehidupan..... saya rasa banyak di antara pemuda sekarang sudah banyak di dukung dengan sumber pengetahuan yang luas di sertai teknologi yang canggih untuk belajar lebih giat menuntut ilmu tanpa bermalas-malasan dan melakukan hal-hal yang positif bagi bangsa,masyarakat dan diri kita sendiri.
Dari berbagai sumber: Compas,Tribun jogja.